Sensus Pertanian Diharapkan Akurat Oleh Petani
Para petani yang masuk dalam Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) mengharapkan Sensus Pertanian yang akan dilaksanakan pada 1-31 Mei 2013 menghasilkan data yang benar-benar akurat sehingga tidak ada lagi perbedaan antara data Badan Pusat Statistik (BPS) dengan kondisi di lapangan.
Ketua KTNA Winarno Tohir dimengatakan, BPS merupakan satu-satunya lembaga yang dipercaya mengeluarkan data, oleh karena itu Sensus Pertanian 2013 diharapkan lebih bagus dari kegiatan sebelumnya. "Ini merupakan sensus 10 tahunan dengan biaya yang tinggi, oleh karena itu (BPS) harus menghasilkan data yang akurat, jangan sampai ada kalibrasi data, yakni tidak sama antara data dengan di lapangan," katanya di Jakarta,akhir pekan lalu.
Winarno mengatakan, ketidakakuratan data antara hasil sensus yang dilakukan BPS dengan kondisi sebenarnya di lapangan akan berdampak besar, apalagi ini menyangkut produksi pangan nasional. Ketika ditanyakan kemungkinan data dari hasil sensus pertanian yang dikeluarkan BPS selama ini tidak akurat, dia menyatakan, indikasi itu bisa saja terjadi.
Data angka ramalan (Aram) BPS untuk produksi padi, jagung dan kedelai dari tahun ke tahun tak pernah turun bahkan Angka Tetap (Atap) juga terus baik, namun impor juga jalan. "Selama ini BPS selalu menyatakan produksi pangan seperti padi, jagung, daging cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional namun kenyataannya kita masih selalu impor," katanya.
Oleh karena itu, untuk menghasilkan data yang akurat, pihaknya meminta BPS memanfaatkan teknologi modern yang telah dimilikinya dalam melakukan sensus pertanian nantinya. Winarno mencontohkan, untuk pendataan lahan pertanian seharusnya BPS menggunakan citra satelit bukan lagi pandangan mata karena hasilnya lebih akurat.
BPS, tambahnya, memiliki alat-alat yang modern untuk melakukan pendataan sudah seharusnya kalau teknologi tersebut dimanfaatkan, terlebih lagi Sensus Pertanian 2013 menelan biaya hingga Rp1,4 triliun.
Dia mengingatkan, 2013 merupakan tahun politik oleh karena itu jika data yang dihasilkan BPS tidak akurat dikuatirkan dapat menimbulkan keributan. "Di tahun politik hal ini sangat peka. Kalau data menunjukkan produksi tinggi tapi kenyataannya impor pasti nantinya bisa ribut," katanya.
Menyinggung usulan agar Kementerian Pertanian melakukan sensus serupa, Ketua KTNA menyatakan, hal itu tidak perlu apalagi selama ini yang dilindungi undang-undang adalah data BPS. Menurut dia, yang diperlukan adalah pengawas independen seperti melibatkan organisasi tani dalam kegiatan sensus pertanian sehingga nantinya mampu menghasilkan data yang benar-benar akurat dan sesuai kondisi di lapangan. "Jika (datanya) telah masuk lembaran negara maka akan susah untuk diluruskan. oleh karena itu data 2013 harus diakuratkan, sebab semuanya berangkat dari data," katanya.
Jadi Alat Ukur
Hal senada juga diungkapkan Pengamat Pertanian Teguh Boediyana. Dia mengatakan, Sensus Pertanian Mei mendatang memiliki arti yang sangat penting karena data dan angka yang didapat akan menjadi salah satu angka untuk mengukur sejauh mana kemampuan dan kesempatan memasuki Asean Economic Community (AEC).
Dalam AEC, lanjutnya, antara lain Asean akan menjadi pasar tunggal dengan konsekuensi adanya kebebasan arus barang dan jasa keluar masuk ke negara-negara anggota serta tidak ada lagi hambatan tarif dan non tarif di antara negara Asean.
Menurut dia, agroklimat antara negara-negara di Asean sama sehingga hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia apakah akan mampu memasok produk-produk pertanian ke negara tetangga atau hanya menjadi pasar potensial saja.
Teguh mengatakan, hasil Sensus Pertanian 2013 setidaknya akan menjadi potret kinerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid 1 dan 2 di bidang pertanian. "Sesuaikah hasilnya dengan uang rakyat yang telah digelontorkan melalui APBN. Jangan sampai hasil sensus dimanipulasi untuk memberi stempel sukses. perlu dihindarkan pemanfaatan pasal rahasia negara atas data sensus," katanya.
Pada kesempatan itu dia mengharapkan BPS kerja dengan total, jujur dan profesional begitu juga dengan para petugas sensus di lapangan. "Sensus Pertanian diharapkan dapat digunakan BPS untuk menghapus sikap keraguan sebagian masyarakat akan validitas data BPS," katanya.
Menurut dia, data dan angka hasil sensus BPS nantinya menjadi tonggak angka resmi di bidang pertanian sehingga sebaiknya tidak ada kompromi data dengan data sektoral yang dirilis Kementerian Pertanian.
Terkait upaya menghasilkan data yang akurat, Teguh yang juga Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) itu menyatakan, sebaiknya BPS melibatkan pemangku kepentingan dalam melaksanakan Sensus Pertanian nantinya, seperti DPR ataupun organisasi tani.
"Tapi bukan mengarahkan mereka ke lokasi yang sudah ditentukan, sebaliknya biarkan mereka yang menentukan atau memilih lokasi yang akan disensus sehingga mereka benar-benar bisa melihat kinerja petugas BPS di lapangan," katanya.
Teguh menyatakan, Sensus Pertanian yang dilaksanakan setiap 10 tahun tersebut bisa dijadikan indikasi untuk menunjukkan kredibilitas BPS oleh karena itu lembaga tersebut sudah seharusnya membuktikannya kepada masyarakat.
Blog Ini Didukung Oleh :
0 comments:
Post a Comment